2 Qullah Adalah Ketetapan Hadits Nabawi
posted by:Nazih
Ukuran jumlah air 2 qullah sesungguhnya bersumber dari
hadits nabawi berikut ini:
وعَنْ عَبدِ
اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ
رسولُ الله صلى اللهُ عليه وسلم:
إِذَا كَانَ
المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ
الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ
يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ،
وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ
وابْنُ حِبَّانَ.
Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Apabila jumlah air mencapai 2 qullah, tidak membawa
kotoran." Dalam lafadz lainnya,"Tidak membuat najis."
(HR Arbaah: Abu Daud, Nasai, Tirmizi dan ibnu Majah)
Ibnu Khuzaemah, Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini.
Sehingga ketentuan air harus berjumlah 2 qullah bukan semata-mata
ijtihad para ulama saja, melainkan datang dari ketetapan Rasulullah
SAW sendiri lewat haditsnya.
Berapakah Ukuran 2 Qullah?
Istilah qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di
masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama
fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala
ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl (bukan
liter) yang sering diterjemahkan dengan istilah kati. Sayangnya,
ukuran rithl ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa
negeri Islam sendiri. Satu rithl air buat orang Baghdad
ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang
Mesir. Walhasil, ukuran ini agak menyulitkan juga sebenarnya.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah
itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang
Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir mengukur 2 qullah
dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya
446 3/7 Rithl. Lucunya, begitu orang-orang di Syam mengukurnya
dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl juga,
jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat
volume 2 qullah itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume 1
rithl Baghdad berbeda dengan volume 1 rithl Mesir dan
volume 1 rithl Syam.
Lalu sebenarnya berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran standar
besaran international di masa sekarang ini?
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran
zaman sekarang. Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira
sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili
dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Jadi bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter,
lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang
sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah
musta`mal. Air itu suci secara pisik, tapi tidak bisa
digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan
digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak
dikategorikan air musta`mal.
Namun kalau kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian
musta`mal di antara fuqoha mazhab masih terdapat variasi
perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan kita cermati
perbedaan pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal,
atau bagaimana suatu air itu bisa sampai menjadi musta’mal:
a. Ulama Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi
wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi
sunnah. Tetapi secara lebih detail, menurut mazhab ini bahwa yang
menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air
yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum
musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi
mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan.
Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi
untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan seperti ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid
1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal.
182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.
b. Ulama Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak
dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang
telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang
musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh
seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam
pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah
digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan
lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya
meski dengan karahah.
Keterangan ini bisa kita dapati manakala kita membukan kitab
As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi
41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26
dan sesudahnya.
c. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang
telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari
hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang
diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci
tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan
dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air
musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau
mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu
baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari tubuh.
Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk
berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya
suci tapi tidak mensucikan. Silahkan lihat pada kitab Mughni
Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5.